Sabtu, 10 November 2012

Belajar dari Kandank Jurank Doank

Dik Doank -foto: tribunnews.com
Akhirnya tim perkusi rombenk (barang bekas) Sekolah Alam Ar-Ridho (SAA) positif tampil membuka acara seminar lingkungan "From Waste to Money" yang digelar Teknik Lingkungan UNDIP di auditorium RRI Semarang, Ahad (14/10) lalu. Ada banyak cerita yang menyertai sepanjang proses tampilnya anak-anak perkusi di acara ini, namun catatan ini tak hendak bercerita soal itu. Melainkan tentang bagaimana kesempatan ini menjadi momentum untuk belajar suka duka perjalanan merintis sekolah komunitas ala Kandank Jurank Dik Doank. Pertemuan dengan Dik Doank memiliki arti tersendiri, karena pekan sebelumnya, saya telah bertemu dan belajar tentang pendidikan alternatif dari Bang Lendo dan Pak Din.

Performance Tim Rombenk SAA
Sesaat sebalum perkusi SAA tampil , saya sempat menjabat tangan Dik Doank di samping panggung, sambil berkata, "saya bawa anak-anak perkusi khusus untuk menyambut  Mas Dik". Dik Doank, karena melihat saya agak terburu-buru untuk menyiapkan alat, mengangguk sambil tersenyum.

Tepat pada jam yang telah ditentukan, kami pun menampilkan lagu nusantara versi perkusi tim rombenk SAA, diantaranya "Manuk Dadali" dan "Hideung"-Jawa Barat, "Yamko Rambe Yamko"-Papua, dan "Gambang Suling"-Jawa Tengah. Alhamdulillah, respon penonton begitu positif. Meski hari itu kami hanya membawa personil 5 orang murid dari sekitar 20an murid perkusi, permainan lumayan rancak. Kami, guru pendamping memback up mereka dari pinggir panggung. Ada Pak Dipo dan Pak Tedi di gitar, Bu Winky di angklung, dan saya di seruling.

Orasi Dik Doank

Usai tampil, insting sebagai sesama pendidik, membuat kami berubah status dari pengisi acara menjadi audience Dik Doank. Selama 2 jam lebih, kami tidak beringsut dari tempat duduk, mendengar Dik Doank bercerita atau lebih tepatnya berorasi, tentang banyak hal, tentang hidup, tentang anak-anak, tentang pendidikan, tentang sampah, dan tentang kuasa Maha Pencipta. Kalimat yang keluar dari Dik Doank begitu puitis dan menyihir. Kalimat yang menurutku, hanya bisa keluar dari hasil renungan dan pergulatan yang panjang tentang hidup dan kehidupan.

Kandank Jurank Doank
Yang menarik, Dik mengawali orasinya dengan cara yang eksentrik. Dik mengambil wajan bolong yang digunakan Salma bermain perkusi, lalu melemparkannya ke hadapan audience. Suara glontang-glontang, membuat audience terkaget-kaget. Hal yang sama ia lakukan dengan ember cat yang digunakan Ayyubi. Suara ember jatuh itu bikin audience terdiam. Dik kemudian, menetralisirnya dengan mengatakan bahwa di tangan orang-orang kreatif, sampah bisa menjadi begitu indah terdengar. Dik melanjutkan pembukaannya dengan menjadikan ember itu tempat duduk lalu dengan gitarnya Pak Dipo, ia berdendang. Seperti ngasal, tapi liriknya bikin terpingkal-pingkal. Lalu Dik mulai bercerita.

Dik mengawali semuanya tahun 1995. Saat ia membeli sebuah tanah dengan kemiringan 45 derajat, sebuah tebing atau jurang. Dik menyebutnya sebagai tempat 'setan bikin anak'. Karena, sebelum dibeli Dik, jurang itu adalah tempat yang menyeramkan. Itu adalah tempat mulai dari orang bunuh diri, sampai tempat pembuangan bayi hasil 'hubgel'.Pada mulanya orang mencibir, terlebih saung yang didirikan Dik disana pernah dua kali ambruk ditempa angin gunung atau angin lembah. Dik tak patah arang. Ia meneruskan  tekadnya, dan hingga sekarang ia berhasil menyulap jurang itu menjadi jurang yang paling favorit dikunjungi anak-anak dan warga untuk belajar, bermain, menggambar, dan berkarya. Tempat yang kemudian diberi nama Kandank Jurank Doank.

Dari tempat yang memiliki satu saung, sekarang Kandank Doank telah memiliki begitu banyak 'corner' aktivitas. bahkan ada lapangan futsal dengan rumput yang hijau. Juga sebuah mushola yang didesain natural dengan view rel kereta api. juga ada galeri seni, dan sebuah  panggung art performance yang didesain ala Yunani.

Sekarang, semua hal dimiliki oleh Dik Doank. Audience yang rata-rata mahasiswa berdecak kagum. Namun Dik mengatakan, pada dasarnya dia tetaplah tidak memiliki apa-apa. Dik juga menyampaikan bahwa ia pernah melakukan kesalahan fatal. Yaitu pada saat ia sangat menggantungkan harapan pada sesama manusia. Saat itu, ia selalu mengalami kemalangan. Perjalanan spiritualnya kemudian menyadarkan bahwa Allah-lah tempat satu-satunya harapan bisa digantungkan. Dan sejak saat itu, kandank Doank mengalami kemajuan pesat. Rezeki seperti datang sendiri. Orang-orang berhati mulia tiba-tiba datang menawarkan bantuan padanya.

Sekolah Alam Kandank Jurang Doank, berbeda dengan Sekolah Alam ala Bang Lendo Novo. Sebab sekolah alam kandang jurank tidak menyengajakan diri memiliki murid dan kurikulum tetap sebagaimana sekolah umumnya. Jam belajarnya pun didesain sore atau akhir pekan, sehingga anak-anak masih dapat bersekolah di sekolah reguler lalu berkunjung ke kandank doank setelah pulang sekolah. Dik menjadikan seni dan budaya sebagai pijakan dasar pembelajaran. Banyak artis, perupa, musisi, pelawak, pendongeng bahkan sutradara, diundang khusus dan berbagi ilmu di kandank doank dengan cuma-cuma.

Saat tontonan sedang marak cerita berhantu dan membuat anak-anak takut, maka Dik punya cara sendiri untuk membuat anak-anak tidak lagi menjadi penakut. yaitu dengan cara mengundang seorang ahli tata rias. Ia diminta untuk merias wajah berikut kostum menyeramkan, untuk menyadarkan kepada anak-anak bahwa apa yang merekalihat sebenarnya hanyalah kostum dan riasan. Setelah itu Dik bahkan mengadakan lomba menggambar wajah seram.

Orasi Dik ditutup dengan doa. Diluar dugaan, Doa Dik panjang banget dan begitu puitis. Sepertinya Dik begitu menikmati doa yang lebih mirip dialog ia dengan Tuhan. Sebuah applause panjang diberikan ketika Dik menutupnya dengan salam. Hari itu, audience mendpatkan pencerahan, lebih dari sekedar bagaimana mengubah sampah (fisik) menjadi uang (belaka), seperti tema seminarnya. Menurut Dik, esensi hidup jauh lebih besar dari itu, yaitu bagaimana agar kita memiliki keberanian dan kekuatan untuk memulai sesuatu yang menurut orang tidak berharga dan kemudian menjadi sesuatu yang luar biasa setelah kita melewati sunatullahnya atau hukum alamnya yaitu bekerja keras dan berprasangka baik pada Allah.

Saat latihan di sekolah
Usai sessi, Bu Winky, bercerita bahwa ia dipanggil Dik. Dik mengucapkan terima kasih dan memuji penampilan anak-anak rombenk yang menurutnya keren banget dan membantu performance Dik hari itu. Sebuah jalinanan silahturahim baru pun tercipta antara anak-anak Tekling UNDIP dengan SAA.

At last,badan rasanya udah lelah banget, tapi anak-anak belum minta pulang. Kami kemudian makan siang (yang dimakan sore) di salah satu gerai ayam goreng lokal. Lalu ke taman KB dekat Simpang Lima. Sore itu, anak-anak perkusi menjajal kemampuannya tanpa menggunakan sound system tampil di depan keramaian. Saat langit mulai menggelap, barulah kami beranjak pulang.  

0 komentar:

Posting Komentar