• Guru dan Pendidikan Antikorupsi

    Semakin korup sebuah Negara maka akan semakin tinggi tingkat perkelahian antar pelajar, bullying di sekolah, pergaulan bebas, kecurangan saat ujian, dan seterusnya. Apakah hubungan diantara keduanya?...

  • Pendidikan, Untuk Siapa Kau Dinikmati?

    Terlebih keduanya lahir dari rahim dunia pendidikan alternatif. Bang lendo dengan Sekolah Alamnya dan Pak Din dengan Kelompok belajar Qaryah Thayyibahnya. Keduanya, membicarakan sesuatu ‘yang ....

  • Menerbitkan Kumcer Bertema Literasi...

    Literasi Media itu maksudnya agar kita 'melek media'. Bijaksana memperlakukan media dan televisi sebagai alat informasi. Selektif terhadap tayangan, siaran, program dan iklan, berikut bisa mengkritisi terhadap muatan siaran ...

Rabu, 09 Juni 2021

Membuat Buku Tahunan Kolaboratif dengan Google Slides

Ada tantangan dari sekolah untuk membuat buku tahunan dalam waktu cepat pada masa pembelajaran daring.

Langsung saya eksekusi dengan Google Slides, karena sifatnya yang kolaboratif. Buku Tahunan berhasil dicetak hardcopy dan softcopy.



Read More

Jumat, 16 Oktober 2020

PENDAMPING GURU PENGGERAK?

Foto : Dirjen GTK , Dr. Iwan Syahril sedang presentasi program Guru Penggerak yang resmi diluncurkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim 15 Oktober 2020


Saya ingin memulai dari sebuah kalimat, bahwa "sukses sendirian itu tidak keren". Sukses yang keren itu adalah sukses bersama. Ini tidak hanya berlaku untuk perorangan, juga perkumpulan. Sekolah yang sukses itu, bukan sekolah yang sukses sendirian, sementara sekolah di dekatnya mengalami kesulitan. Atau, terkadang kita hanya mau membantu sekolah yang berada dalam jaringan atau komunitas yang sama dan acuh pada sekolah di luar jaringan kita.

Kita mungkin beruntung berada dalam sebuah ekosistem belajar yang menyenangkan, tapi belum tentu dengan sekolah yang lain. Kita mungkin sudah menjadi guru yang merdeka, tapi rekan guru lain masih "terpenjara". Maka sesungguhnya, kita belum benar-benar merdeka, hingga rekan-rekan kita itu terbebas dari "penjaranya". Inilah ciri-ciri pendidikan abad 21. Kolaborasi, bro! Ini bukan pepesan kosong. Sukses di abad 21 tidak akan tercapai kecuali dengan melakukan kolaborasi. Kolaborasi itu intinya mau berbagi. Berbagi dengan siapa saja. Tak usah pilih-pilih.
Kita bukan hendak mengubah sekolah. Sekolah yang sudah berdiri tidak dapat diubah. Negeri jadi swasta atau swasta jadi negeri. Ya, mungkin sih..tapi langka. Yang hendak kita ubah adalah ekosistemnya, atmosfernya, "mindset"-nya. Artinya isi kepala orang-orangnya. Cara berpikir guru-gurunya. Biarkan bajunya tetap berbeda, identitasnya tetap seperti semula. Yang kita tuju adalah setiap anak, setiap siswa, bahagia di mana pun dia bersekolah. Kenapa? Karena sama-sama menemui guru yang berpihak kepada mereka.
Itulah yang melatarbelakangi pemikiran, mengapa saya mau bergabung dalam program Guru Penggerak, khususnya mengambil pilihan sebagai Pendamping. Saya non-ASN, sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dalam jenjang karir saya ketika mengikuti program ini. Sertifikatnya yang ber-JP banyak, tidak terlalu bermanfaat bagi saya. Tapi bukan itu yang hendak saya raih. Itu tadi, saya hanya ingin turut ambil bagian dalam gerbong perubahan atau transformasi pendidikan yang sedang dilakukan Kemdikbud. Dan saya sepakat, cara paling efektif melakukan perubahan itu bukan top-down, tapi bottom-up. Ya, dari gurunya. Guru yang berubah. Itu akan dashyat hasilnya. Saya ingin berdiskusi berbagi cara belajar dan mengajar yang menyenangkan dan pada saat yang bersamaan saya juga belajar dari guru lain. Ini adalah cara belajar paling efektif. Yakni, guru yang belajar dari sesama guru, teaching others alias tutor sebaya. Saya lihat, persentasenya 70 persen. Sisanya barulah belajar dari ahli atau akademisi.
Saya tahu, dari pergaulan di beberapa komunitas guru, ide Guru Penggerak ini lahir dari akar rumput yang kemudian berkembang menjadi sebuah kebijakan pemerintahan. Kemdikbud telah menerima masukan, mengadopsi ide dari guru-guru dan komunitas praktisi pendidikan dan menuangkannya kembali dalam sebuah program besar yang diberi nama Guru Penggerak. Dan saya salut kepada komunitas atau organisasi-organisasi guru yang mau bersabar berdiskusi dengan kementerian mencari cara dan format agar pendidikan di negeri ini terus maju, khususnya dari sisi memajukan kualitas guru.
Ya, Kemdikbud sedang membidik guru-guru yang selama ini melakukan terobosan, guru-guru "nakal" bin kreatif di sekolah namun merasa "sendirian" untuk direkrut dalam barisan Guru Penggerak tadi. Pergerakan mereka perlu didukung secara resmi hingga menjadi sebuah gerakan masif dan legal. Supaya tidak merasa sendirian lagi.
Di laman resminya, tertulis Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama program, guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru.
Menurut Dirjen GTK, Dr. Iwan Syahril, Guru penggerak mencari bibit-bibit pemimpin untuk ekosistem di masa depan, mempraktikkan pembelajaran berpusat pada murid, dan mendorong guru-guru lainnya untuk sama-sama bergerak. Kalau dalam bahasa sekolah alam, guru yang tidak hanya sedang membangun sekolah tapisedang membangun peradaban, dengan melahirkan profil-profil pemimpin di masa depan. Terlebih, ada potensi lokal, asli Indonesia yang hendak digali dan dielaborasi yaitu pemikiran Ki Hajar Dewantara khususnya tentang Pendidikan yang Memerdekakan.
Guru Penggerak, nanti merekalah bintangnya. Namun, untuk dapat berhasil menjalankan misi, mereka membutuhkan tim pendukung. Tim pendukung ini sebenarnya juga guru atau praktisi pendidikan. Tim pendukung ini direkrut dan dilatih khusus. Ada 3 tim, namanya instruktur, fasilitator dan pendamping. Instruktur mengembangkan modul, Fasilitator akan banyak berperan secara daring di balik LMS, sedangkan Pendamping akan membersamai CGP ini di lapangan. Pendamping ini memainkan peran sebagai Coach para Guru Penggerak. Fasilitator direkrut dari para Widyaiswara, PTP, dan Pengawas. Sedangkan Pendamping direkrut dari guru, dosen, kepala sekolah, bahkan juga pengawas yang memenuhi kriteria. Sedangkan lembaga pemerintah, dalam hal Kemendikbud via Dirjen GTK dan P4TK menjadi "event organizer"-nya.
Seleksi Pendamping
Seleksi menjadi Pendamping ini unik. Saringannya ampun, banyak sekali, sistemik dan manual. Di angkatan 1, dari 41.000 pendaftar, yang lulus sebagai pendamping hanya 614 orang. Saringan pertama, bersifat administratif. Di sini ada surat rekomendasi yang perlu diunggah. Bisa dari Kepsek, bisa juga dari organisasi profesi. Jika dari organisasi/komunitas profesi, pastikan anda menjadi pengurus intinya. Di angkatan ke-2, syaratnya bertambah, minimal telah mengajar 10 tahun. Ini artinya guru yang telah cukup banyak "makan asam garam". Saya sendiri maju dengan rekomendasi dari KKVI (Komunitas Koordinator Virtual Indonesia).
Berikutnya, adalah saringan rekam jejak. Bentuknya menulis esai. Profil diri dipaparkan dalam bentuk esai. Khususnya pengalaman memimpin, melatih, menjadi instruktur, narasumber dan melakukan praktik baik pengajaran. Saringan administratif dan esai adalah seleksi Tahap 1.
Di seleksi Tahap 2, pendaftar harus menulis esai lagi yang disebut dengan Critical Insident. Ada 8 jenis pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur dan obyektif dengan kerangka yang telah ditentukan, dengan jumlah karakter minimal tertentu, dalam waktu yang pendek. Beberapa pertanyaan diantaranya tentang apakah pernah melakukan perubahan di kelas atau di sekolah, membantu guru lain, kreativitas atau inovasi dalam mengajar, dan persoalan berat dalam karir sebagai guru. Setelah itu, ada sesi wawancara daring, kira-kira 45- 60 menit dengan tim seleksi. Jujur, yang paling deg-degan ya saat wawancara ini. Karena kita tidak pernah tahu pertanyaan seperti apa yang akan diajukan kepada kita dan apakah kita dapat menjawabnya. Syukurlah, wawancaranya kemarin jadi mengalir seperti ngobrol saja, hingga tidak terasa memakan waktu 1 jam.
Jika dua tahapan ini terlewati, dan lulus, statusnya masih menjadi Calon Pendamping Guru Penggerak (CPGP). CPGP wajib mengikuti pembekalan yang terdiri dari 2 tahap.
Pembekalan Pendamping
Pembekalan Tahap 1 berlangsung selama 9 hari secara daring berbasis LMS (asinkronus) dan vicon/webmeeting (sinkronus). Pembekalan dilakukan dari pkl 08.00 -21.00 wib, setiap harinya. Ada sesi belajar mandiri menyelesaikan 6 modul, dan ada sesi bertemu Instruktur melalui vicon. Pembekalan Tahap 2 adalah persiapan Lokakarya. lebih ke teknis pendampingan. Berlangsung selama 4 hari, CPGP dapat memilih secara luring atau daring.Luring diselenggarakan di Makasar dan Yogyakarta. Karena alasan pribadi, saya memilih daring.
Modul pembekalan ada 6; 1) Peran Pendamping Guru Penggerak dan Masa Depan Pendidikan Indonesia dan Modul, 2) Pendidikan yang Memerdekakan, 3) Kepemimpinan Menuju Transformasi Pendidikan, 4) Teknik komunikasi untuk pendamping Guru Penggerak, 5) Coaching: Pendamping sebagai coach bagi Guru Penggerak, dan 6) Penentuan Tujuan dan Refleksi Pembelajaran. Luarannya macam-macam. Saya sempat membuat Video, Flyer, Narasi, Podcast sebagai karya penugasan.
Tidak ada materi konten pembelajaran di pembekalan ini. Sebab upgrade kemampuan guru selama ini selalu berkutat di Paedagogi dan Profesional, sementara untuk Kepribadian dan Sosialnya minim. Karena itu pembekalan Pendamping dan juga Guru Penggerak lebih ke pengembangan kepribadian dan sosialnya. Menarik! Bahkan ada materi modul yang khusus membahas 2 pendekatan atau model yang paling mengasah pola berpikir ilmiah anak-anak yaitu Project Based Learning dan Inquiry Learning. Keduanya, diyakini menjadi model belajar yang berpusat pada anak. Dan saya setuju, karena cukup banyak pembelajaran berbasis proyek yang telah dilakukan di lingkungan sekolah alam, Sebagian bahkan saya presentasikan saat sesi diskusi.
Karena itu, pendampingan bersifat multijenjang. Tidak harus selevel pada jenjang yang sama dengan CGP. Sebab, pendamping lebih kepada penguatan motivasi atau menjadi coach bagi CGP. Di sini juga dipaparkan perbedaan Coach dengan Mentor, Instruktur, dan Konsultan. Agar Pendamping tidak keliru menjalankan peran utamanya.
Desainnya, 1 Pendamping mendampingi 5 CGP dan 1 Fasilitator berkolaborasi dengan 2 orang Pendamping. Di beberapa daerah, angka ini bisa berubah, karena di angkatan 1 jumlah fasilitator di bawah target capaian nasional. 1 Daerah maksimal memiliki 10 pendamping dan 50 CGP. Faktanya, ada yang berlebih dan ada yang kekurangan. Jadi, ada penyesuaian di sana-sini. Idealnya, PEndamping dan CP berasal dari daerah yang sama, jika tidak mencukupi barulah diimpor dari daerah lain di provinsi yang sama.
Dalam aksi pendampingan, ada istilah LOkakarya dan Pendampingan Individu. PEdampingan Individu dilakuka secara tatap muka, minimal sekali dalam sebulan. Lokakarya dilangsungkan sebulan sekali. Lokakarya menjadi ajang pertemuan beberapa Pendamping dan CGP berikut KEpala Sekolahnya. Terus demikian hingga 9 bulan lamanya. Setiap agenda LOkakarya berbeda-beda. Ini sperti magang atau KKN tapi dengan waktu yang lebih panjang. Dan saya kira, intens sekali, sebab komunikasi dilakukan dengan semua jalur : daring dan luring.
Setelah 9 bulan, diharapkan CGP telah memiliki kekuatan mandiri untuk melakukan transformasi pendidikan di sekolahnya dan juga membentuk komunitas belajar di daerahnya. Sehingga mampu mengembangkan potensi insitu, kaya ragam moda pembelajaran, dan yang terpenting pro murid.
Apakah ini akan berhasil? Kita lihat saja nanti
Dan jika anda tertarik, masih ada angkatan ke-2 hingga nanti angkatan ke-6. Tentu, jika kebijakan ini tidak dihentikan di tengah-tengah. Jangan kaget, karena kita Indonesia.

*Doni Riadi Embunpagi
Pendamping Guru Penggerak Angkatan I 2020
Read More

Senin, 02 Desember 2019

Solilokui Guru : Pendidikan Itu Apa?

ilustrasi: simplycottage.com

Lima belas  tahun sudah waktu yang terlalui sebagai guru. Bukan waktu yang terlalu lama, tapi juga tidak terlalu sebentar. Cukuplah untuk berdiskusi dan mencatat petuah  tokoh-tokoh pendidikan, yang terkenal maupun tidak, aparatus maupun masyarakat, petinggi maupun kawula. Juga pengelola sekolah, yayasan, pendiri, kepala sekolah, organisasi guru, guru besar maupun guru saja.

Dan, saat jiwa-jiwa guru itu berkumpul, di atas profesinya sebagai guru, tapi benar-benar jiwa guru, dari lintas sekolah, lintas organisasi, latar belakang, status, jenjang, pangkat, dan seterusnya, maka terlihatlah benang merahnya.

Dan, mereka serupa puzzle. Setelah kucoba merangkainya, maka…

Betul!
Bumi tak dapat menyucikan penghuninya.
Abu Lahab lahir dan tumbuh besar di kota suci Mekkah, tapi tak serta-merta menjadi mulia. Semua muslim tahu seperti apa kelakuannya.

Betul!
Nabi Nuh AS berduka, karena tidak semua putranya patuh pada dirinya. Kan’an menolaknya dan memilih untuk tenggelam ditelan banjir bah, bersama ibunya.

Maka, pendidikan itu apa?
Pendidikan yang berhasil itu yang bagaimana?
Guru itu siapa? Guru sukses itu yang bagaimana?

Menurutku…
keberhasilan pendidikan itu tidak bergantung pada:

Negeri atau swasta.
yang di negeri banyak juga yang bagus-bagus, yang di swasta juga oke. Hanya saja, sebagian yang di negeri melihat swasta isinya sisa-sisa, yang di swasta melihat yang di negeri itu serba salah.

Mahal atau murah.
Belum tentu yang mahal menjadi terbaik dan yang murah menjadi tidak berkualitas.

Kota atau Desa.
Pendidikan di kota mungkin lebih maju tapi belum tentu berhasil mencetak siswa berkarakter dan berakhlak mulia. Banyak juga hasil pendidikan desa menjadi orang besar.

Kurikulum
1.000 kurikulum 1.000 luaran, dengan ciri khas masing-masing, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sah dan memang begitu mestinya. Jadi semua orang bisa mengklaim memiliki kurikulum terbaik.

Metode dan pendekatan
Metode yang sama oleh guru yang sama bisa berdampak berbeda pada siswa yang berbeda, apalagi oleh guru yang berbeda.

Menteri dan pemerintah
Di Indonesia, ruh dan aktivitas pendidikan sudah lebih dulu dan berjalan jauh sebelum negara ini ada. Jadi sudah pasti ia akan dapat berjalan bersama atau tanpa pemerintah.

Gedung atau saung
Rasa dan suasana terpenjara atau merdeka tidak bergantung pada bangunan fisik kelas. Saung terbuka juga bisa membuat siswa merasa terpenjara, sebagaimana gedung tertutup bisa menciptakan rasa merdeka.

Di dalam kelas atau di luar kelas
Tergantung apa yang sedang dipelajari. Keduanya bukan domain yang bisa dipertentangkan.

Duduk di kursi atau lesehan
Ilmu dan pencerahan, dapat dimiliki dari segala posisi belajar.

Baju seragam atau baju bebas
Kesederhanaan dan egalitarian tidak selalu identik dalam baju seragam, tapi lebih ke perilaku dan gaya pola hidup. Seragam hanya  efektif untuk menunjukkan semangat korps.

Digital atau konvensional
Sama dengan membandingkan tablet atau sabak. Yakin yang pegang tablet lebih berhasil? Belum tentu! Yang pegang sabak jangan rendah diri. Brainware yang dianugerahkan Allah ke setiap manusia sama, tegantung cara pakainya. Bisa jadi, yang pegang sabak manjadi menjadi lebih berpikir dan kreatif karena yang pegang tablet terjebak dalam sistem dan otomasi.

Sekolah atau homeschooling atau pondok
Ketiganya memiliki atmosfer yang sama yaitu belajar. Ketiganya berpotensi mencetak siswa atau  santrinya menjadi “orang” dengan kesitimewaannya masing-masing, selama ia berhasil membangun kesadaran dan semangat belajar intrinsik dari dalam diri siswa/santri. Yang penting, “ngapain aja?” di sana.

Favorit dan nonfavorit
Keberadaan seseorang di suatu lembaga/pranata tertentu tidak menjadi jaminan sukses dalam kehidupan. Tengok saja dalam penjara khusus korupsi dan telisik para narapidana ini pernah mengenyam pendidikan di mana. Pasti kaget kita dibuatnya.

Minat dan Bakat
Semua individu terlahir unik dan istimewa. Itu anugerah. Minat dan bakat demikian juga. Namun, laksana komputer, ia perlu dinyalakan. Tanpa penyalaan, ia hanya menjadi seperangkat alat mati tak berguna.  Tombol menyalanya ada dua, namanya motivasi dan latihan.

Jadi, pendidikan itu apa?
Ini bukan pertanyaan yang mudah. Kalau istilahnya guru, ini jenis pertanyaan HOTS (High Order Thinking Skill). Semua orang mestinya punya jawaban yang berbeda, dan mungkin betul semua.

Jadi IMHO,
pendidikan itu akan berpotensi berhasil, ketika telah ada koneksivitas atau ikatan tali jiwa antara murid dan guru. Guru yang mendidik dan mengajar sepenuh jiwa bukan sekadar karena kebetulan profesinya guru, bertemu di tengah-tengah dengan kesadaran belajar dari dalam diri siswa, ibarat mendayung perahu bersama di sebuah telaga ilmu yang luas. Jadi, hormati gurumu dan cintai siswamu. Inilah modal dasarnya.

Karena itu, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana membangunkan jiwa guru dari dalam diri seorang pendidik dan kesadaran belajar dari dalam diri seorang siswa? Saya percaya, jawaban atas pertanyaan ini hanya akan didapat seseorang melalui kedekatan dirinya dengan Tuhannya, Rabb semesta sekalian alam. Mungkin dari renungannya, peristiwa yang dialaminya, mungkin pula dari doa-doanya. Bukan tidak mungkin kemudian Allah membukakan pikiran dan matanya melalui perjumpaan dengan seseorang, wujudnya atau melalui teks kalimat, yang membuatnya tersadar dan lahir seperti baru. Sebab, segala sesuatu soal jiwa dan spirit, itu adalah domain Allah, manusia hanya tahu sedikit saja. Itulah hidayah. Itulah ketundukan.

Jadi pendidikan yang berhasil itu menurut saya, adalah yang berhasil menciptakan ketundukan kepada Sang Pencipta dan tunduk (menghormati) pula kepada sesama umat manusia.
(Doni Riadi)


Read More

Selasa, 01 Oktober 2019

Dari Bimtek PembaTIK Level 3 Provinsi Jawa Tengah: “Ditunggu, Konten dengan Konteks Kekinian”

Acara Pembukaan PembaTIK Level 3 Jawa Tengah 2019
“Ditunggu, konten dengan konteks kekinian dari guru-guru hebat ini,” kata Kepala LPMP Jawa Tengah, Drs. Harmanto, MM saat membuka Bimbingan Teknis PembaTIK Level 3 (Level Kreasi) provinsi Jawa Tengah, 19 September 2019 lalu.
Acara yang digelar oleh Pustekkom ini, berlangsung selama 3 hari, dari 21 hingga 23 September 2019, di hotel C3 Ungaran. Hadir dalam pembukaan acara selain Kepala LPMP Jawa Tengah adalah Kepala BPTIK Dikbud Bagus Surjanto, dan Kasubdit MM dan Web Pustekkom, Agus Triarso.  Selain itu, hadir pula Duta Rumah Belajar Jawa Tengah 2018 dan 2017, Fakhrudin Sujarwo dan Tukijo.
Agus Triarso, Subdit MM dan Web Pustekkom (foto: Doni)
Sambutan Kepala LPMP Jateng ini diamini oleh Agus Triarso yang mengisi sesi setelahnya. Menurutnya, “If ICT is a king, content is the queen”. Untuk mendukung kekinian itulah, Pustekkom kini tidak lagi menerima media pembalajaran berbasis animasi .swf, melainkan setidaknya html5 atau dalam bentuk video. Sedangkan Kepala BPTIKP dalam sambutannya menyampaikan bahwa Jateng memiliki program Jateng Pintar yang siap berkolaborasi dengan Pustekkom untuk mengisi konten-konten dalam situs Rumah Belajar.

Acara Bimtek PembaTIK Level 3 ini menjaring tiga puluh guru lintas jenjang yang terpilih -menurut narasumber Pustekkom, pak Arif Darmawan- dari ribuan guru yang mendaftar PembaTIK di level 1 se-Jateng. Mereka yang terpilih di Level 3 ini menduduki ranking 30 terbaik dari penugasan di Level 2, yaitu membuat RPP Terintegrasi TIK konten Rumah Belajar, membuat Video Pembelajaran, dan Test Tulis Daring.
Sahabat Rumah Belajar Jateng 2019 (foto: Fakhrudin, edit: Doni)
PembaTIK Level 3 ini bertitik tekan pada Kreasi. Berbeda dengan Level 1 (Literasi TIK) dan Level 2 (Implementasi TIK). Nantinya hanya ada 1 orang terpilih di Level 3 mewakili Jawa Tengah yang disebut dengan Duta Rumah Belajar Jawa Tengah untuk maju ke Level 4 (Level Berbagi) di tingkat nasional. Sisanya yang 29 orang menjadi SRB atau Sahabat Rumah Belajar.
Materi Bimtek difokuskan pada pembuatan Video Pembelajaran yang berkualitas. Nantinya video karya peserta ini akan diunggah menjadi konten sumber belajar di situs  http://belajar.kemdikbud.go.id. Selain dipandu oleh mentor Pustekkom, peserta juga didampingi oleh Duta Rumah Belajar 2018 dan 2017.
Membuat Video dengan Green Screen (foto: Elfin Noor)
Para peserta diminta memilih materi sesuai KD Kurikulum 2013, kemudian membuat outline naskah atau storyline. Secara berkelompok, peserta kemudian melakukan syuting dengan green screen yang telah disediakan. Setelah itu, dengan perangkat lunak pengedit video, peserta menyempurnakan hasil video garapannya dengan memasukkan asset visual dan audio. Waktu yang diberikan setengah hari. Malamnya, peserta mempresentasikan hasil karyanya untuk diberikan saran-saran perbaikan dari mentor dan peserta.
Selepas Bimtek, para SRB diwajibkan untuk menyosialisasikan konten rumah belajar sebagai sumber belajar atau media pembelajaran di sekolah dan komunitas guru. Selain itu, mereka juga diminta untuk membuat flyer dan tulisan menggunakan media sosial untuk membumikan Rumah Belajar di kalangan guru dan siswa.
Video Dokumentasi :

(Lihat liputan media di Jateng Pos pada laman berikut ini)
Read More

Rabu, 28 Agustus 2019

Modelling 3D Pembuluh Darah

Read More

Jumat, 28 Juni 2019

Latihan Materi Satuan Waktu, Jarak, dan Kecepatan


Latihan soal berikut ini dapat menjadi evaluasi tes tulis siswa pada materi satuan waktu, jarak, dan kecepatan (Matematika Kelas 5 SD).


Read More

Jumat, 03 Mei 2019

Rekaman Vicon Seameo "Sekoteng-Yo" Perdana bersama Kepala LPMP Jawa Tengah


Berikut ini adalah rekaman vicon Seameo Sekoteng-Yo (Sarasehan Kliwonan Online Jawa Tengah-Yogyakarta) edisi perdana, 2 Mei 2019, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.

Segmen I, Tema : VCT dan Peningkatan Mutu Guru di Era Digital
Narasumber :

  1. Drs. Harmanto, M.Si (kepala LPMP Jawa Tengah)
  2. Dr. Gatot Hari Priowirjanto (Koordinator 7 Seameo Center
Moderator : Andae Wiriawan (SMP Mataram, Semarang)

Segmen II : Presensi Daring Seminar dengan QRCode dan Excel
Narasumber : Doni Riadi (SD Alam Ar-Ridho)
Host : Siti Zulaikha (SMPN 1 Baturetno,Wonogiri)
Moderator : Krisantus AB  (SMP Maria Goretti, Semarang)

Recorder Vicon : Sulistyani
Narasi : Nurrokhmah
Flyer dan Absensi : Doni Riadi

Read More