Hikmah dari Ekspedisi SMM ke Pulau Bawean (Part 4) : Pulau Gili Noko
Beach Clean Up di Pulau Noko yang Indah
Selain Danau Kastoba, permata Pulau Bawean adalah pulau kecil Gili Noko. Gili Noko saat ini boleh dikata diambil dari nama dua pulau, Pulau Gili dan Pulau Noko. Pulau Gili berpenghuni sekitar 600 jiwa, sedangkan Pulau Noko tidak berpenghuni. Dulunya Noko tersambung dengan Pulau Gili. Dari Gili kita dapat berjalan di hamparan pasir putih ke Noko.
Awalnya, Noko tak memiliki vegetasi apapun. Namun kurang lebih 10 tahun lalu, Noko ditanami pohon cemara. Saat ini Noko telah menghijau dengan hamparan pasir putih dan laut hijau tosca yang bening. Cantik.
Pulau Noko panjangnya sekitar 500 meter saja dan lebarnya 25-30 meter. Untuk dapat ke sini, kami harus menyewa kapal dari dermaga jembatan apung Sidogedungbatu, Sangkapura dan menyeberang kurleb 30 menit lamanya.
Saat kami datang sekitar pukul 10.00, hanya ada 1 orang warga penjaga di sana yang memberi tiket masuk 3.000 rupiah per orang. Warung ada 2, namun belum buka. Warga tersebut mengabari salah satu penjaga warung di Pulau Gili untuk datang karena kami akan memesan makan siang Ikan Bakar darinya sekitar pukul 12.00 wib.
Noko betul pulau yang indah dan tenang. Sayang belum ada listrik di tempat ini. Namun sudah ada fasilitas pendukung, yaitu mushola dan toilet. Kebutuhan airnya diambil dari Pulau Gili dengan kapal, karena air di Noko rasanya asin. Menginap di pulau ini dengan tenda dome sepertinya akan menarik karena sepi dan tenang, khususnya di hari yang bukan akhir pekan.
Tiga orang murid saya kemudian melakukan snorkling dengan kapal dan alat snorkling yang disewa dari Gili. Ternyata titik snorklingnya berada di dekat Gili tidak di dekat Noko. Karena pemandangan bawah lautnya lebih indah di Gili. Kurleb satu jam kemudian mereka kembali ke Noko.
Kami lalu makan siang dengan ikan kerapu goreng dan kakap merah. Kondisinya segar, karena baru diambil dari keramba atau penangkaran di laut Gili. Sambel yang dibuat ibu warung rasanya pun maknyus istimewa. Campuran cabe, jeruk sambel dan garam. Boleh dikata, menu di Noko menjadi menu teristimewa sepanjang kami berada di Bawean.
Bapak penjaga pulau bercerita, uang tiket digunakan untuk merawat kebersihan pulau. Dia pula yang menyapu Noko dari sampah di bagian tengahnya. Untuk sampah-sampah yang dibawa ombak laut ke pantai Noko, dia tak membersihkannya karena tidak sanggup. Kami lantas mengelilingi pantai Noko, dan kami lihat memang ada banyak sampah plastik di beberapa titik di pantai.
Usai salat Duhur, kami meminta 2 karung plastik besar kepada penjaga. Sebab, kami hendak Beach Clean Up, membersihkan pantai Noko dari sampah plastik. Tak sampai 1 jam, karung-karung itu sudah penuh dengan sampah plastik. Kebanyakan adalah gelas dan botol air kemasan. Nampaknya dibuang orang dari kapal lalu terdampar di pulau.
Sekitar pukul 15.30, kapal pun memgantar kami kembali menyeberang ke Sangkapura. Di dermaga ini, sudah menunggu beberapa ibu-ibu yang mengenakan batik PGRI, nampaknya ibu guru. Saya memberi salam semangat dan dibalas dengan semangat pula. "Guru orang pulau, pak" katanya.
Guru yang luar biasa. Meskipun hanya 30 menit di atas kapal, tapi ombaknya lumayan tinggi di bagian tengah-tengah. Terutama ketika ada angin kencang atau hendak hujan. Kami mengalaminya tadi saat menuju Noko dan hendak pulang kembali. Sehingga kapal kadang oleng ke kanan dan ke kiri. Terlihat dekat, tapi tetap saja, butuh nyali.
Comments
Post a Comment