Senin, 12 November 2012

Menumbuhkan Gairah Membaca dan Berpikir dengan Dialogic Reading

Dialogic Reading for Kids

Suka membaca adalah salah satu kultur yang hendak dibangun oleh para aktivis literasi, termasuk para guru di sekolah. Fakta bahwa anak yang sudah bisa membaca sejak dari TK tidak atau belum tentu bermuara pada tingginya semangat membaca, menggelisahkan  para aktivis buku dan pendidikan. Membaca yang sebenarnya memiliki arti luas, menjadi sempit karena dimaknai membaca huruf (letter), bukan aktivitas yang melibatkan semua indera, terutama berpikir, berimajinasi, dan berkreasi. Bagaimanakah cara terbaik sesungguhnya dalam  menumbuhkan kemampuan membaca pada anak, sekaligus memelihara kesenangan membaca hingga usianya berlanjut?

Inilah salah satu hal yang mendasari ibu Tri Puji Astutui dari Fak. Psikologi UNDIP untuk mempelajari dan mengembangkan metode Dialogic Reading, khususnya pada anak usia dini. Beliau menggelar workshop, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan seminar parenting yang digelar kampus itu pada hari Rabu  (31/10) lalu. 


Ibu Tri Puji Astuti, F.Psikologi UNDIP
Bu Puji mengawali sessi dengan mengelaborasi peserta dengan arti literasi. Metode andragogi yang biasa ia gunakan kepada mahasiswa, ia terapkan pada peserta yang kebanyakan ibu-ibu guru dari PAUD dan TK. Tidak semuanya dari Semarang. Ada peserta yang berasal dari Solo dan Brebes. Beragam jawaban dari ibu-ibu. Ada yang menjawab, literasi adalah bacaan, literasi berarti juga guidance/patokan. Ada pula yang berpendapat  literasi adalah melek huruf, suka membaca. dan masih banyak lagi. Bu Puji mengamini semuanya, karena pada dasarnya ia sedang melakukan scanning kapabilitas peserta agar pelatihan ini menjadi tepat sasaran (valid), dan bukan untuk menguji kebenaran jawaban peserta.

Setelah itu barulah paparan tentang Dialogic Reading. Bu Puji menampilkan slide show foto hasil pengamatannya terhadap sebuah keluarga, yang tidak lain adalah keluarga koleganya, Bu Anita yang menjadi salah satu pembantu Dekan. Bu Anita adalah istri Pak Priyo, yang saat ini menjadi Kepsek SD Sekolah Alam ar-Ridho. Bu Puji memperlihatkan foto Tito (5 SD) dan Andi (pra sekolah) yang sedang membaca buku. Beliau menceritakan bagaimana Andi, mampu mengidentifikasi gambar Big Ben -Jam besar di Inggris- yanga ada di koran, berdasarkan pengalamannya melihat gambar Big Ben versi kartun yang pernah dilihatnya di sebuah majalah anak-anak. Ia bahkan kemudian, berhasil mencari majalah yang dulu pernah dilihatnya itu ditumpukan majalah-majalah lainnya.

Bu Puji hendak mengingatkan bahwa pada fase usia dini, adalah fase pertumbuhan otak yang penuh dengan keajaiban, karena tumbuh dengan luar biasa. Dan Dialogic Reading adalah satu metode untuk memanggil keajaiban itu semua.

Dialogic reading adalah kegiatan membaca buku bersama secara interaktif. Biasanya ibu atau guru membaca sebuah buku di hadapan sekelompok anak-anak. Dialog yang tercipta didesain sedemikian rupa, karena mengelaborasi pendapat baru atau memori lampau anak-anak berdasarkan pertanyaan ibu/guru yang bersumber dari kalimat di buku. Prinsip dari Dialogic reading adalah, tetap membaca kalimat di dalam buku, setelah itu atau sebelumnya barulah melontarkan pertanyaan. Proses membaca ini, bahkan sudah dimulai sejak dari cover. Ibu/Guru membaca judul buku, menyebutkan nama penulisnya, dan penerbitnya, juga ilustratornya bila ada. Tujuannya untuk mengapresiasi profesi penulis, penerbit, dan ilustrator. Sekaligus menginspirasi mereka akan jenis profesi yang bisa dijalani di masa datang.

Buku yang dibaca dipilih sedemikian rupa. Selain berwarna, dengan gambar menarik, kalimat yang tidak terlalu banyak, 2-3 baris, juga  bersajak atau ber-rima. Anak-anak biasanya kebih mudah menangkap kalimat yang ber-rima. Selain indah secara bahasa juga baik untuk perbendaharaan kata. Sayanya, keindahan bahasa tulis ini seringnya menjadi hilang, karena pola baca yang salah. Pola baca yang salah adalah ketika kita, masih dengan memegang buku, alpa membaca kalimat dalam buku, dan lebih memilih menggunakan kalimat sendiri. Sehingga yang terjadi, lebih mirip mendongeng atau bercerita, daripada membaca.

Pertanyaan yang dilontarkan dapat bersifat mengingatkan atau remembering dan atau dapat diluaskan untuk mencari pengetahuan baru. Contohya, dalam buku Pergi ke Negeri Seberang, diceritakan di sebuah padang pasir Ulil si Unta sedang bosan, ia ingin mencari pengalaman baru. Di sini, untuk remembering, guru dapat bertanya, dimana Ulil tinggal? Apa ciri-ciri seekor Unta? Dan untuk pertanyaan meluaskan, guru bisa mengajukan pertanyaan? Apa guna punuk bagi Unta? hewan apa saja yang bisa hidup di padang pasir? bahkan semacam, mengapa Ulil bosan tinggal di padang pasir? Jika kamu jadi Ulil, kemana negeri yang hendak kamu kunjungi? dan seterusnya. Menjadi menarik, karena Ulil yang selama ini berpanas-panasan di padang pasir, ternyata pergi ke kutub utara yang suhunya teramat dingin. Apakah Ulil suka tinggal disana? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu akan membuat anak-anak penasaran dan konsern mendengar guru membacakan kelanjutan ceritanya.

Simulasi Dialogic Reading : Energik dan ceria!
Menurut Bu Puji, ia sudah mencobakan metode ini pada anak-anak di beberapa sekolah dan rumah. Ia bahkan mendokumentasikan kegiatan itu dengan handycam. Video ini dijadikan contoh untuk praketek simulasi bagi peserta. Peserta kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok, lalu setiap kelompok diberi buku anak-anak. setelah didiskusikan, setiap kelompok mengirim wakilnya untuk membacakan buku yang dipilih. Seru dan ramai! itulah yang terjadi jika guru-guru PAUD berkumpul. ^_^
Yang menarik, BU Puji ternyata merepropduksi buku anak-anak. Buku anak-anak yang biasanya kecil dan tipis. Di scannning lalu di print digital dengan kertas yang lebih tebal (ivory) dengan ukuran A3. sehingga gambarnya menjadi lebih besar dan jelas, lebih tebal, dan tetap berwarna. Buku repro itu dijilid dengan jilid ring. BU Puji juga membuat sendiri beebrapa buku. Salah satunya berjudul "Ulat Lapar". Setiap peserta mendapatkan buku itu, sebagai kompensasi harga tiket. GAmbar dalam buku itu dibut oleh muridnya dengan MsPAint. sementara isi buku/naskah dibuat oleh Bu Puji. Sangat menarik! 

Metode ini  sangat saya rekomendasikan untuk keluarga yang memiliki anak usia dini atau para guru PAUD dan juga SD hingga kelas 3. Juga untuk komunitas rumah baca. Dengan penyesuaian jenis buku sesuai umur dan tema yang hendak diraih, guru dapat menumbuhkan intelegensia murid-muridnya. Dan juga sebagai investasi tumbuhnya minat baca di kalangan anak-anak Indonesia. Bravo!  


Sesi FGD, peserta dari guru dan mahasiswa




0 komentar:

Posting Komentar