PEMENTASAN DRAMA GURU INDONESIAN
CULTURE
“GARUDA
MADURA DI DADAKU”
“
I. Pengantar
“Madura di dadaku
Madura kebanggaanku
Ku yakin hari esok lebih maju!...”
Madura kebanggaanku
Ku yakin hari esok lebih maju!...”
Koor lagu gubahan “Garuda di dadaku” menjadi “Madura di dadaku” terdengar membahana dinyanyikan guru-guru. Itu adalah adegan penutupan pementasan drama penghujung tema Indonesian Culture : Jawa Timur – Madura” di Sekolah Alam Ar-Ridho. Para penonton, yaitu murid-murid, serentak memberikan tepuk tangan meriah untuk tampilan seru yang baru saja mereka saksikan.
Flashback kira-kira satu bulan sebelumnya, kelas 3 SD mendapat tema baru di awal semester II, yaitu Madura. Sudah beberapa tahun ini, SAA memasukkan tema wajib Indonesian Culture khususnya TK dan SD d semester II tiap tahunnya. Karena tahun lalu subtemanya Jawa Tengah-DIY, maka tahun ini giliran Jawa Timur menjadi subtema utamanya. Beberapa kota yang di nilai bisa menjadi representasi Jawa Timur seperti misalnya Surabaya, Ponorogo, Malang, Madura, dan Gresik dibagi ke setiap jenjang level. Dan kelas 3 mendapat tema Madura.
Pemilihan
tema Indonesian Culture di SAA
sebagai tema wajib, didasarkan paling tidak oleh 3 hal berikut :
Pertama, prinsip Sekolah Alam yang berbasis pada in situ development. Pengenalan dan penguatan nilai-nilai lokal sebagai hal yang lebih dahulu dimiliki sebelum menjadi sosok berkualitas global. Dan mengenal daerahnya, dalam hal ini dari lingkup terkecil : sekolah-kota-propinsi, hingga ke-Indonesiaan adalah langkah pertama. Potensi alam dan budaya yang terkandung didalamnya diyakini sebagai media efektif pembentukan karakter, khususnya kebangsaan.
Pertama, prinsip Sekolah Alam yang berbasis pada in situ development. Pengenalan dan penguatan nilai-nilai lokal sebagai hal yang lebih dahulu dimiliki sebelum menjadi sosok berkualitas global. Dan mengenal daerahnya, dalam hal ini dari lingkup terkecil : sekolah-kota-propinsi, hingga ke-Indonesiaan adalah langkah pertama. Potensi alam dan budaya yang terkandung didalamnya diyakini sebagai media efektif pembentukan karakter, khususnya kebangsaan.
Kedua, sistem keterpaduan sudut pandang dan cara belajar menyenangkan yang dianut Sekolah Alam, menuntut pemilihan tema/obyek belajar yang tepat. Mempelajari potensi dan budaya lokal terbukti menjadi daya tarik dan tantangan tersendiri bagi sekolah. Kegiatan eksplorasi saintifik maupun sosial didalamnya dapat memacu kultur ilmiah keluarga sekolah. Semua pihak dapat terlibat secara aktif dan menyenangkan disini. Murid-murid dapat mengenal makanan khas berikut cara pembuatan dan peluang bisnisnya, pakaian khas, potensi alam dan wisata, bahasa daerah, adat istiadat, berikut problematika khas yang melingkupinya.
Ketiga, tema Indonesia Culture adalah jawaban dari berbagai permasalahan dan tantangan khas era global. Nilai-nilai kearifan lokal, seperti : sopan santun, spirit berwirausaha, perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, kreatif, dan arif terhadap lingkungan; merupakan sedikit dari banyak nilai yang bisa diperoleh ketika mempelajari Indonesian Culture. Semangat untuk menggali sebanyak-banyaknya nilai positif dari keragaman alam dan budaya di seluruh pelosok Nusantara adalah satu-satunya cara agar anak-anak Indonesia kelak dapat berdiri sama tinggi dengan bangsa lain dalam pergaulan komunitas global.
II. Pementasan Drama “Madura di
Dadaku”
Pementasan drama oleh guru sebenarnya didasari oleh dua spirit. Pertama, kebutuhan guru untuk menyatukan banyak hal tentang Madura yang telah dipelajari selama kurang
lebih 4 pekan dengan cara paling sederhana.
Kata kunci : Pulau garam, sate Madura, jembatan Suramadu, Surabaya,
Wirausaha, teknologi, dan persaudaraan, harus dirangkai menjadi satu kesatuan
utuh yang memiliki makna, khususnya di benak murid. Cara paling sederhana untuk
itu adalah : drama.
Dan yang kedua, semangat
Ing Ngarso Sung Tulodho dari Ki Hajar
Dewantara. Biasanya pementasan (muhadhoroh) di SAA dimainkan oleh murid-murid.
Guru hanya membantu persiapan murid, melatih, atau memberi saran sebatas yang
dibutuhkan. Kali ini, para guru kelas 3 SD
yang berjumlah enam orang ingin memberi kejutan sekaligus teladan bagi murid,
tentang bagaimana seharusnya sebuah pementasan dilakukan.
Maka, sebuah rencana besar dijalankan. Memakan waktu dan energi tentu saja. Disela-sela waktu luang dan istirahat mengajar, guru memanfaatkan waktun untuk menyiapkan segala hal. Dalam kasus ini, guru-guru belajar satu hal besar : manajemen pementasan. Satu hal yang tak boleh dilupakan, semua yang dilakukan guru selalu sepenglihatan murid. Proses menuju hari-H pementasan senantiasa diikuti oleh murid, bahkan murid juga urun serta dalam beberapa hal. Kelak, murid akan menyusun’ puzzle’ di kepalanya, merangkai bentuk apa yang dilihatnya sebelum pementasan dan saat pementasan dilakukan.
Paling tidak ada 7 hal yang harus disiapkan oleh guru dalam sebuah pementasan : (1) Skenario drama, (2) Jadwal latihan, (3) Merancang kostum, (4) Menyiapkan properti, (5) Menyiapkan setting/dekorasi, (6) Menyiapkan sound system yang memadai, dan (7) Akting dan improvisasi.
Skenario dibuat oleh Bu winky (3C). Pegiat teater di kampusnya dulu itu, berhasil membuat sebuah skenario yang menyatukan materi yang telah dipelajari, sekaligus karakter yang ada dibuat berdasarkan potensi guru.
Pak Rofi (guru 3C) yang orang Tegal, tetap menjadi orang
Tegal dengan dialek khasnya. Bu Ami (guru 3A) yang pandai bahasa Minang dan isi
kepalanya selalu dagang dan uang, menjadi istri Pak Rofi . Mereka berdua
menjadi tetangga dari sebuah keluarga Madura yang kepala keluarganya berjualan
sate (diperankan Pak Doni guru 3A dan Bu Winky). Khusus untuk melatih dialek
Madura ini, guru bahkan mengundang orang
Madura asli datang ke sekolah (guest
teacher). Dua guru yang lain, Pak
Alim (guru 3B) berperan menjadi insinyur yang membangun jembatan Suramadu dan
Bu Isti (guru 3B) menjadi narator drama.
Secara singkat, dramanya bercerita
tentang kondisi keluarga Madura yang berjualan sate dan mengalami kelesuan
karena kondisi yang stagnan di Madura. Sebuah ide muncul, jika bisa berjualan
hingga sampai Surabaya mungkin akan menjadi lebih baik. Sayangnya sarana yang
ada mahal dan butuh waktu lama. Solusinya kemudian adalah proyek besar
membangun jembatan yang menghubungkan Surabaya dan Madura (Suramadu). Dibangun oleh insinyur lokal dan Cina,
akhirnya jembatan Suramadu berhasil dibangun dan memperbaiki perekonomian
keluarga. Keragaman budaya Indonesia pun
diwakili oleh bermacamnya dialek para pemain.
Murid-murid membantu membuat kostum
dan properti, diantaranya : baju larik
merah putih khas Madura (foto. 9), tusuk sate,
dan jembatan Suramadu (Foto 10 & 11). Lagu daerah Madura, Tanduk Majeng pun diunduh
untuk digunakan sebagai backsound.
Drama “Madura di Dadaku” ini selain
menarik bagi murid-murid juga sarat
pesan moral. Diantaranya pertama, perlunya melakukan suatu
perubahan atau terobosan menuju kondisi yang lebih baik. Sebagaimana firman
Allah, bahwa Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu melakukan
perubahan. Baik perubahan cara pandang maupun sikap.
Kedua,bahwa Indonesia bisa! Indonesia tidak
kalah dengan negeri lain. Jembatan
Madura yang dibangun secara bersamaan dari arah Bangkalan Madura dan dari
Surabaya sepanjang 5.438 meter, berhasil menorehkan prestasi dalam bidang teknologi rancang
bangun sebagai jembatan terpanjang di Indonesia. Bahwa Indonesia memiliki kemampuan khususnya dalam konstruksi jalan
dan jembatan .
Ketiga, tetap optimis menghadapi kesulitan hidup,
seperti yang ditunjukkan oleh keluarga penjual sate dari Madura. Dan kultur
gotong-royong antar tetangga, seperti yang ditunjukkan oleh keluarga Pak
Rofi dan Bu Ami. Silahturahmi yang baik antartetangga membuat
segala kesulitan terasa lebih mudah. Keragaman dialek yang ditampilkan juga
menunjukkan kekayaan budaya bangsa
Indonesia. Para pendiri bangsa menyebutnya dengan Bhineka Tunggal Ika.
Dalam kacamata pementasan, drama guru ini telah memberi inspirasi kepada murid-murid untuk lebih memperkaya dan meningkatkan kualitas pementasan mereka. Hal ini kemudian terbukti pada tema berikutnya, Bumi dan Antariksa, murid-murid semangat berlatih untuk memberikan yang terbaik pada audience saat mereka tampil di panggung teater sekolah. Murid-murid juga lebih mudah diatur saat latihan, karena mereka melihat sendiri dengan mata kepala mereka bagaimana kesungguhan gurunya saat berlatih. Dalam banyak kondisi, keteladan lebih memberi efek kuat daripada ucapan lisan berbentuk saran atau nasihat.
Bagi guru
sendiri, mementaskan sebuah skenario yang digarap secara sungguh-sungguh dan
totalitas, menjadi pengalaman berharga. Meski barangkali sudah terbiasa tampil
di kelas dihadapan murid, namun tampil di depan hadirin di ruang terbuka dan
disaksikan banyak pasang mata membutuhkan keberanian mental tersendiri. Belum
lagi keterampilan berimprovisasi dalam seni peran dan juga kreativitas dalam
menyiapkan properti.
III. Integrasi Belajar
Drama “Madura
di dadaku” pada dasarnya merupakan pemuncak dari sebuah kegiatan belajar
terstruktur dan integratif selama kurang lebih empat pekan. Bila dijabarkan, materi yang diterima murid
antara lain: Pengetahuan Sosial , tentang letak geografis Madura yang berupa pulau dan terpisah oleh Selat Madura dari
Pulau Jawa. Pulaunya lebih kecil dari Bali. Kondisi tanahnya secara umum tandus dan kurang subur. Kondisi
yang menyebabkan Madura tidak terlalu mengandalkan tanah pertanian sebagai mata
pencaharian. Ia bahkan terkenal sebagai
pulau garam. Kondisi ini membuat banyak orang Madura menjadi perantau ke daerah
lain.
Selain itu, murid juga belajar tentang
beberapa produk budaya Madura yang menonjol. Khususnya tentang makanan khas
seperti Sate Madura dan Soto Madura, pakaian adat lurik merah putih, batik
Madura, tradisi karapan sapi, clurit sebagai senjata tradisional , dan bahasa
daerahnya yang unik karena berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya.
Untuk Sains, murid belajar banyak hal tentang pembangunan jembatan Suramadu dan membuat modelingnya. Bereksperimen membuat garam, juga bagian yang menarik bagi murid. Untuk Art, murid bekerja sama dengan guru menciptakan dan menggubah lagu tentang Madura. Juga mendesain, membuat, dan memoles jembatan Suramadu dengan warna, dan membuat pakaian khas, serta display kelas bertema Madura (foto 12).
Untuk memperkuat sisi entrepreneur, guru mendatangkan seorang
wirausahawan Madura, yakni penjual sate Madura (Foto 13). Murid belajar cara
pembuatan sate, mulai dari pengirisan daging ayam, pembuatan bumbu, cara
menusuk, dan membakarnya. Dilanjutkan dengan diskusi perhitungan laba-rugi
usaha sate Madura. Di sessi ini bahkan diakhiri dengan table manner dengan menu utama sate ayam Madura (Foto 14). Sebuah fieldtrip
kecil juga dilakukan, yaitu berkunjung ke Potong Rambut Madura untuk mengetahui
berapa penghasilan dari seorang tukang cukur Madura dan suka dukanya.
Di sisi Matematika, murid kelas 3 SD mulai
belajar operasi penjumlahan dan perkalian dua digit. Murid menggunakan tema
Madura sebagai alat belajar. Dalam pembuatan model jembatan Suramadu, murid
belajar melakukan pengukuran, dan berhitung pembagian dari selembar triplek agar dapat dibagi dua sama
besar dan 2 batang kayu sebagai tiang pancang. Pada pembakaran sate, murid juga
menghitung jumlah tusuk sate yang berhasil dibuat dengan prinsip perkalian.
Contoh riilnya, murid kelas 3 SD berjumlah 63 orang dan setiap murid mendapat 3 tusuk sate. Dari situ, akan
diketahui berapa minimal tusuk sate yang harus dibakar agar semua murid
mendapatkan sate sama banyak. Selain itu, ketika si tukang sate menjelaskan
selisih modal yang dibutuhkan dan pendapatan yang diperoleh, murid-murid juga
belajar aplikasi dari operasi hitung pengurangan.
Penguatan nasionalisme, diperoleh ketika guru menceritakan epos
kepahlawanan seorang tokoh nasional dari Madura yang bernama Raden Trunojoyo.
Perjuangannya melawan penjajah Belanda dan kolonialisme telah menumbuhkan spirit
kecintaan terhadap tanah air.
Dan di Bahasa Indonesia, murid
meningkatkan kemampuan 4 kompetensi dasar berbahasa :
lisan-dengar-baca-tulis. Untuk
kompetensi Berbicara-Mendengar, murid mempresentasikan pengalaman mereka
berkunjung ke rumah orang Madura, dan menjadi pendengar yang baik saat sessi
cerita kepahlawanan atau cerita rakyat (Sakerah) atau ketika seorang guest teacher mengenalkan bahasa Madura
(Foto 15). Untuk kompetensi membaca-menulis, murid mengunduh dan membaca banyak
hal tentang Madura, dan menuliskan hasil kunjungan/fieldtrip ke tukang cukur
Madura atau buku harian tentang apa saja yang telah ia lakukan selama belajar
tema Madura.
IV. Korelasi dengan Kurikulum Nasional
(Kelas 3 SD)
Satu
pertanyaan tersisa adalah apakah dengan belajar
Indonesian Culture dapat memenuhi Standar Kompetensi –Kompetensi Dasar
(SKKD) untuk kelas 3 SD ? Jawabannya pendek saja, yaitu : Ya!. Sebab pada
dasarnya pada saat menyusun Lesson Plan atau RPP, guru telah membaca SKKD dan kemudian
memutuskan bentuk kegiatan dan materi seperti apa yang akan dipelajari dalam
tema Indonesian Culture ini. Bahkan seorang guru kreatif bisa mendesain rencana
belajar dengan hasil yang melebihi SKKD.
Mari kita
telisik lebih jauh. JIka kita ambil sampel 3 SKKD mata pelajaran, misalnya
PPKN, IPS dan IPA. Untuk semester II Kelas 3, Standar Kompetensi (SK) PPKN
adalah : memiliki harga diri sebagai individu dan memiliki kebanggaan sebagai
bangsa Indonesia. Menapakitilasi perjuangan Trunojoyo di Madura melawan
penjajah sudah cukup menjawab kebutuhan ini. Terlebih jika dikaitkan dengan
karakter orang Madura yang pejuang, tangguh, ulet dan tidak mudah menyerah
meski hidup dalam lingkungan yang sulit. Mereka pantang menjadi peminta-minta. Dan
dengan cara penyampaian yang benar, tradisi Carok di Madura, bisa menjadi
contoh nyata dari memiliki harga diri.
Sementara SK
IPS –nya adalah : memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang. Kompetensi ini
juga dapat dengan mudah dipenuhi. Pembangunan jembatan Suramadu melibatkan
banyak lini profesi, mulai dari pengambil kebijakan, politisi, admisnitrasi
keuangan, hingga persoalan teknik seperti Arsitek, Insinyur sipil, pakar kelautan, dalan lain-lain. Dan sebutan
pulau Madura sebagai pulau seribu pesantren juga dapat menjadi obyek bahasan,
karena disini ada sosok profesi guru, kyai, ustadz, santri, dan seterusnya.
Uang, dalam konteks Madura dan entrepreneurship
juga berkaitan erat. Dalam hal ini, guru
bahkan bisa menanamkan karakter penggunaan uang secara bijaksana dan tidak
konsumtif.
Untuk SK IPA,
materinya adalah : memahami energi dan penggunaannya sehari-hari. Hadirnya
tukang sate disekolah berikut alat yang dibawanya adalah contoh sederhana dari
penerapan materi kebutuhan manusia terhadap energi. Kipas angin yang digunakan
membakar sate memanfaatkan energi gerak. Penggunaan energi panas diwakili oleh
arang yang dibara untuk membakar daging sate. Contoh lain, dalam proses
pembuatan garam, energi panas matahari dibutuhkan untuk menguapkan air laut
menjadi garam.
Pendeknya, belajar
Indonesian Culture di semester II sangat relevan dan korelatif
terhadap SKKD kurikulum nasional. Beberapa materi yang tak terbahas pun,
seandainya ada, masih dapat dipelajari dan dimasukkan dalam tema berikutnya.
V. Cita-cita dan Pembentukan Karakter
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Mengutip Lendo Novo, Sekolah Alam sejatinya adalah sekolah yang mengutamakan pendidikan karakter. Karena itu, di setiap pilihan tema, pertanyaan pertama-tama yang muncul adalah apa karakter yang hendak diasah dalam sebuah tema.
Dalam konteks “Madura di Dadaku”, beberapa karakter utama yang hendak disasar diantaranya adalah : (1) tangguh (struggle) dalam menghadapi kondisi sulit, (2) menjadi pribadi kreatif dalam memecah kebuntuan, dan (3) menjadi pribadi berilmu yang memberi banyak kemanfaatan.
Ketidaksuburan
tanah Madura membawa berkah tersendiri bagi masyarakatnya. Orang Madura adalah
salah satu dari beberapa suku di Indonesia yang melakukan diaspora alias
beremigrasi ke daerah lain untuk memperbaiki hidupnya. Konon, peserta program
transmigrasi terbesar berasal dari pulau Madura.
Keberanian menempuh hidup baru dan ketangguhan mereka menyulap lahan yang semula tidur menjadi produktif adalah salah satu karakter khasnya. Dari kondisi sulit pun lahirnya kreativitas. Kini, dapat kita lihat, beberapa produk a la Madura bisa dengan mudah ditemukan di seantero nusantara, khususnya di Jawa. Sebut saja, misalnya : sate Madura, soto Madura, potong rambut Madura, dan bubur kacang hijau Madura.
Keberanian menempuh hidup baru dan ketangguhan mereka menyulap lahan yang semula tidur menjadi produktif adalah salah satu karakter khasnya. Dari kondisi sulit pun lahirnya kreativitas. Kini, dapat kita lihat, beberapa produk a la Madura bisa dengan mudah ditemukan di seantero nusantara, khususnya di Jawa. Sebut saja, misalnya : sate Madura, soto Madura, potong rambut Madura, dan bubur kacang hijau Madura.
Jembatan
Suramadu tidak akan berdiri jika tidak dibangun oleh orang-orang yang berilmu
dan berdedikasi.
Menjadi pribadi berilmu lalu kemudian menebar kemanfaatan atas ilmunya itu, dalam literatur Islam adalah karakter yang sangat disukai Rasulullah SAW. Sebab dengan ilmulah segala kebuntuan, kejumudan, dan kesulitan akan terpecahkan, dan menciptakan kemaslahatan bagi orang banyak. Karakter ini perlu perlu ditanamkan sedari dini, sebab adakalanya orang berilmu justru menciptakan kehancuran dan keburukan bagi peradaban. Intelek dan bermanfaat, adalah dua ciri-ciri masyarakat global di masa depan. Dan Sekolah Alam telah ambil bagian menyiapkannya sejak ia didirikan.
Menjadi pribadi berilmu lalu kemudian menebar kemanfaatan atas ilmunya itu, dalam literatur Islam adalah karakter yang sangat disukai Rasulullah SAW. Sebab dengan ilmulah segala kebuntuan, kejumudan, dan kesulitan akan terpecahkan, dan menciptakan kemaslahatan bagi orang banyak. Karakter ini perlu perlu ditanamkan sedari dini, sebab adakalanya orang berilmu justru menciptakan kehancuran dan keburukan bagi peradaban. Intelek dan bermanfaat, adalah dua ciri-ciri masyarakat global di masa depan. Dan Sekolah Alam telah ambil bagian menyiapkannya sejak ia didirikan.
VI. Epilog
Pembelajaran
“Madura di Dadaku” sebagai bagian dari East
Java Culture, kemudian disempurnakan dengan melakukan kunjungan ke
“kota-kota lain di Jawa Timur”. Kelas 3 yang belajar Madura berkunjung ke kelas
lainnya yang mempelajari Surabaya, Malang, Ponorogo, dan Gresik. Begitu juga
kelas lain, balik mengunjungi Madura di
kelas 3. Setiap kelas yang dikunjungi berusaha menjadi tuan rumah yang baik.
Murid-murid akan menjelaskan ke pengunjung apa saja yang telah mereka pelajari
dan lakukan. Mereka akan memaparkan potensi alam dan budaya dari kota yang
mereka pelajari. Dengan demikian, akan terbentuk suatu gambaran utuh tentang
Indonesian Culture, khususnya Jawa
Timur.
Ruang lingkup
Indonesian Culture sebaiknya dimulai
dari kota atau daerah sendiri untuk kemudian melebar ke daerah tetangga, dan
baru ke pulau tetangga . Semakin kaya pasokan informasi murid terhadap ragam
budaya dan karakter kuat bangsa maka akan semakin tumbuh kecintaannya kepada
bangsa. Karena itu, tema Indonesian
Culture sebaiknya menjadi tema wajib kurikulum Sekolah Alam, khususnya di
semester II setiap tahunnya.
Muara dari pendidikan
budaya dan karakter adalah menancapkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
pada diri peserta didik, sehingga mereka menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, cinta
tanah air, produktif dan kreatif. Dengan cara inilah, bangsa Indonesia dapat
duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bangsa lainnya.
***
Dimuat tabloid Sekolah Alam Ar-Ridho Edisi 3/Juni-Agusutus/2012
Tim Call For
Paper (CFP) SD Sekolah Alam Ar-Ridho untuk Janbore Sekolah Alam Nusantara :
- Pak Doni (3A)
- Bu Ami (3A)
- Bu Winky (3C)
0 komentar:
Posting Komentar