Senin, 02 Desember 2019

Solilokui Guru : Pendidikan Itu Apa?

ilustrasi: simplycottage.com

Lima belas  tahun sudah waktu yang terlalui sebagai guru. Bukan waktu yang terlalu lama, tapi juga tidak terlalu sebentar. Cukuplah untuk berdiskusi dan mencatat petuah  tokoh-tokoh pendidikan, yang terkenal maupun tidak, aparatus maupun masyarakat, petinggi maupun kawula. Juga pengelola sekolah, yayasan, pendiri, kepala sekolah, organisasi guru, guru besar maupun guru saja.

Dan, saat jiwa-jiwa guru itu berkumpul, di atas profesinya sebagai guru, tapi benar-benar jiwa guru, dari lintas sekolah, lintas organisasi, latar belakang, status, jenjang, pangkat, dan seterusnya, maka terlihatlah benang merahnya.

Dan, mereka serupa puzzle. Setelah kucoba merangkainya, maka…

Betul!
Bumi tak dapat menyucikan penghuninya.
Abu Lahab lahir dan tumbuh besar di kota suci Mekkah, tapi tak serta-merta menjadi mulia. Semua muslim tahu seperti apa kelakuannya.

Betul!
Nabi Nuh AS berduka, karena tidak semua putranya patuh pada dirinya. Kan’an menolaknya dan memilih untuk tenggelam ditelan banjir bah, bersama ibunya.

Maka, pendidikan itu apa?
Pendidikan yang berhasil itu yang bagaimana?
Guru itu siapa? Guru sukses itu yang bagaimana?

Menurutku…
keberhasilan pendidikan itu tidak bergantung pada:

Negeri atau swasta.
yang di negeri banyak juga yang bagus-bagus, yang di swasta juga oke. Hanya saja, sebagian yang di negeri melihat swasta isinya sisa-sisa, yang di swasta melihat yang di negeri itu serba salah.

Mahal atau murah.
Belum tentu yang mahal menjadi terbaik dan yang murah menjadi tidak berkualitas.

Kota atau Desa.
Pendidikan di kota mungkin lebih maju tapi belum tentu berhasil mencetak siswa berkarakter dan berakhlak mulia. Banyak juga hasil pendidikan desa menjadi orang besar.

Kurikulum
1.000 kurikulum 1.000 luaran, dengan ciri khas masing-masing, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sah dan memang begitu mestinya. Jadi semua orang bisa mengklaim memiliki kurikulum terbaik.

Metode dan pendekatan
Metode yang sama oleh guru yang sama bisa berdampak berbeda pada siswa yang berbeda, apalagi oleh guru yang berbeda.

Menteri dan pemerintah
Di Indonesia, ruh dan aktivitas pendidikan sudah lebih dulu dan berjalan jauh sebelum negara ini ada. Jadi sudah pasti ia akan dapat berjalan bersama atau tanpa pemerintah.

Gedung atau saung
Rasa dan suasana terpenjara atau merdeka tidak bergantung pada bangunan fisik kelas. Saung terbuka juga bisa membuat siswa merasa terpenjara, sebagaimana gedung tertutup bisa menciptakan rasa merdeka.

Di dalam kelas atau di luar kelas
Tergantung apa yang sedang dipelajari. Keduanya bukan domain yang bisa dipertentangkan.

Duduk di kursi atau lesehan
Ilmu dan pencerahan, dapat dimiliki dari segala posisi belajar.

Baju seragam atau baju bebas
Kesederhanaan dan egalitarian tidak selalu identik dalam baju seragam, tapi lebih ke perilaku dan gaya pola hidup. Seragam hanya  efektif untuk menunjukkan semangat korps.

Digital atau konvensional
Sama dengan membandingkan tablet atau sabak. Yakin yang pegang tablet lebih berhasil? Belum tentu! Yang pegang sabak jangan rendah diri. Brainware yang dianugerahkan Allah ke setiap manusia sama, tegantung cara pakainya. Bisa jadi, yang pegang sabak manjadi menjadi lebih berpikir dan kreatif karena yang pegang tablet terjebak dalam sistem dan otomasi.

Sekolah atau homeschooling atau pondok
Ketiganya memiliki atmosfer yang sama yaitu belajar. Ketiganya berpotensi mencetak siswa atau  santrinya menjadi “orang” dengan kesitimewaannya masing-masing, selama ia berhasil membangun kesadaran dan semangat belajar intrinsik dari dalam diri siswa/santri. Yang penting, “ngapain aja?” di sana.

Favorit dan nonfavorit
Keberadaan seseorang di suatu lembaga/pranata tertentu tidak menjadi jaminan sukses dalam kehidupan. Tengok saja dalam penjara khusus korupsi dan telisik para narapidana ini pernah mengenyam pendidikan di mana. Pasti kaget kita dibuatnya.

Minat dan Bakat
Semua individu terlahir unik dan istimewa. Itu anugerah. Minat dan bakat demikian juga. Namun, laksana komputer, ia perlu dinyalakan. Tanpa penyalaan, ia hanya menjadi seperangkat alat mati tak berguna.  Tombol menyalanya ada dua, namanya motivasi dan latihan.

Jadi, pendidikan itu apa?
Ini bukan pertanyaan yang mudah. Kalau istilahnya guru, ini jenis pertanyaan HOTS (High Order Thinking Skill). Semua orang mestinya punya jawaban yang berbeda, dan mungkin betul semua.

Jadi IMHO,
pendidikan itu akan berpotensi berhasil, ketika telah ada koneksivitas atau ikatan tali jiwa antara murid dan guru. Guru yang mendidik dan mengajar sepenuh jiwa bukan sekadar karena kebetulan profesinya guru, bertemu di tengah-tengah dengan kesadaran belajar dari dalam diri siswa, ibarat mendayung perahu bersama di sebuah telaga ilmu yang luas. Jadi, hormati gurumu dan cintai siswamu. Inilah modal dasarnya.

Karena itu, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana membangunkan jiwa guru dari dalam diri seorang pendidik dan kesadaran belajar dari dalam diri seorang siswa? Saya percaya, jawaban atas pertanyaan ini hanya akan didapat seseorang melalui kedekatan dirinya dengan Tuhannya, Rabb semesta sekalian alam. Mungkin dari renungannya, peristiwa yang dialaminya, mungkin pula dari doa-doanya. Bukan tidak mungkin kemudian Allah membukakan pikiran dan matanya melalui perjumpaan dengan seseorang, wujudnya atau melalui teks kalimat, yang membuatnya tersadar dan lahir seperti baru. Sebab, segala sesuatu soal jiwa dan spirit, itu adalah domain Allah, manusia hanya tahu sedikit saja. Itulah hidayah. Itulah ketundukan.

Jadi pendidikan yang berhasil itu menurut saya, adalah yang berhasil menciptakan ketundukan kepada Sang Pencipta dan tunduk (menghormati) pula kepada sesama umat manusia.
(Doni Riadi)


0 komentar:

Posting Komentar