Selasa, 02 Agustus 2011

Otodidak : Berkenalan dengan Nikon D40

Kamera, buat seseorang yang menyukai fotografi adalah spesial. Dia seperti bernyawa. Karena itu perlakuannya pun istimewa. Ada proses ta'aruf alias berkenalan disana. Makin kenal dengan kameranya maka dijamin makin wah pula hasil jepretannya. Tak cukup mengenalinya, maka kamera yang sebenarnya berkemampuan istimewa pun menjadi berkelas biasa-biasa saja. Artinya, meski kameranya DSLR tapi hasilnya bisa setara kamera digital saku.



Adalah sangat menyenangkan bisa berkenalan dengan Nikon D-40. Kamera DSLR keren ini dikenalkan oleh pak Budi Maryono. Beliau adalah owner Gigih Publising. Biru, putra keduanya adalah murid Sekolah Alam. Beliau juga seorang redaktur di koran Suara Merdeka. Dan telah menulis beberapa novel.

Novel terkininya inilah, yang membuat Pak budi legawa meminjamkan D-40nya. Mulanya kita bincang-bincang di saung sekolah sehabis beliau bertemu dengan wali kelasnya Biru di pertemuan orang tua dan guru. Beliau membutuhkan cover buat buku yang rencananya akan diterbitkan oleh Gigih Pub. Judulnya, kalo nggak salah, "Ada Dusta di sekolah Kita" yang ditulis oleh seorang doktor dari UNNES.

Kemudian, beliau mengutarakan keinginannya untuk menerbitkan novel pribadinya yang sempat sekian lama tertunda. Judulnya menggelitik, "Di Kereta Kita Selingkuh". Nah, petualangan baru dengan D-40 dimulai dari sini.

Pada hari yang telah ditentukan, kami meluncur ke Stasiun Poncol. Sebab, Poncol adalah stasiunnya rakyat jelata yang cocok banget dengan setting di dalam novelnya.

Suasana Poncol sedang ramai-ramainya. Hari itu, kereta Kaligung telat berangkat. Jadi kami langsung beraksi saja. Pak Budi menyerahkan D-40nya. Tadi di mobil sebenarnya aku sempat mengeksplorasinya sebentar, namun belum begitu familiar. Hmm...beda banget sama Nikon D-70. D-40 in lebih compact. Dan awas... ada kereta masuk ke jalur 1. Aku bergegas. Rencananya mau ngambil foto panning saat lokomotifnya masuk ke stasiun. Jepret. Liat hasilnya. walah...fotonya over-exposure banget.

HIhi...Pak Budi buru-buru njelasin singkat prosedur pemakaian. Bagaimana caranya menset kecepatan dan fokus. Rupanya beliau ini penggemar setting M (Manual). Oopz...jadi gagap kamera nih. Tapi beliau ngadem..."Ahh..itu bukan karena pakdoni nggak bisa moto, tapi karena belum ngeh sama kameranya aja..." ^_^

Dan... yah, beberapa foto aku ambil. Segalanya terasa bergerak begitu cepat, dan aku ...jujur agak tergagap.

Matahari beranjak pulang. Siluet merah late sunset begitu kentara di langit barat. Jepret-jepret... hihi...entahlah hasilnya kaya gimana.

Hari itu sabtu malam. Setelah sholat maghrib di mushola stasiun, kami beranjak ke Simpang Lima. Bukan JJP (Jalan-jalan Petang) tapi mo mampir ke nasi kucing alias warung wedangjae depan Masjid Baiturrahman. Itu warung favoritnya PAk Budi. Hap..beliau makan malam dengan lahap. Menunya nasi teri sama mendoan panas...hihi..ajib juga.

"Kameranya di bawa pakdoni dulu, dikenali dulu",kata Pak Budi. Wahhh...bener nih...rezeki nomplok betul... YES! Hasil yang barusan memang tak ada yang pas dengan keinginan PAk Budi. KAmi lalu menyusun rencana, untuk hunting yang kedua kalinya. termasuk kemungkinan kalo kami harus ikut naik kereta, pagi ketimur sore pulang ke barat...benar-benarr jadi penumpang...Hmmm, sound nice...asik banget kayanya...

***

Tak perlu waktu lama. Meski penat masih menggelayut, karena ini hari adalah hari yang penuh aktivitas meski akhir pekan. Aku segera utak-atik D-40nya. Bahkan aku sempat download manualbooknya dari website, juga artikel ttgnya di beerapa blog personal. Mmmm, benar-benar kamera yang oke. Semuanya oke,kecuali..kayanya foto makro. Rasanya, dia masih kurang optimum disitu. Untuk urusan foto makro, sepertinya Canon lebih unggul...hehe.

Sepertinya kemudian, aku lebih menyukai setting nonM, ya bisa A(Aperture), S(Shutter) atau P(Program) dan juga Menu lain yang ada disana. Yang penting tidak M...hihi...maklumlah masih pemula. Untuk fokusnya, aku juga lebih suka pilihan A (Auto) ketimbang M(manual). Sebab selain benar-benar butuh ketelitian, fokus yang disetting M ini butuh ketajamn mata tingkat tinggi. Sebab, berkali-kali aku mencoba, sepertinya sudahbagus di layar LCD, tapi begitu di preview dengan monitor PC, kelihatan fokusnya kurang tajam (blur).

Dan, aku kemudian berhutang budi pada Pak Budi. Sebab karena kebijaksanaannya itu, aku bisa menuntaskan tugas fotografiku yang lain...hihi. Padahal setelah itu, meski aku telah datang lagi ke POncol...dalam hujan...dan dalam kondisi sakit gigi...ternyata tetap belum ada foto yang pas buat cover bukunya Pak Budi. Pada beberapa waktu kemudian, Pak Budi, "Sori bro, setelah diutak-atik sedemkian rupa, kayanya belum ketemu. Jadi, akhirnya aku pake cover di luar rencana. Gmn, ngga papa kan. Maybe in the nextbook?"

Yoi, no problem banget. Tidak semua hasil jepretan memang berhasil menemukan sandarannya, alias menjelma menjadi cover sesuai yang diinginkan. Tapi pembelajarannya, prosesnya, itu lah yang tak tergantikan. Tak ada kata lain, selain ucapan terima kasih buat Pak Budi yang sudah mengenalkanku pada D-40. Besok-besok diketemukan lagi ya pak...^_^

Inilah karya D-40 yang sempat kukenang darinya :

1. Poncol















2. Manual Focus Learning (Masih Blur tuh...)

















3. Senja di Poncol


4. Alternatif Cover 1 (yang dipending) : Dua Tiket Itu...

















5. Alternatif Cover 2 (yang dipending) : Toilet





















6. Pengenalan Kamera (1) : Panning, (2) : Makro


7. Pengenalan Kamera (3) : Night in the Bus, (4) : Redlight in the Cabin








(first posting : 28 Maret 2008)

0 komentar:

Posting Komentar